Minggu, 17 April 2011

Direktur Interpol Palestina bermarkas di Gaza: “Ingin Aman, Polisi Harus Berpegang kepada Syariat Allah”

Lembaga kepolisian sering menjadi tolok ukur beradab tidaknya sebuah masyarakat. Jika polisi bekerja profesional melayani keamanan dan ketertiban masyarakat, maka dianggap majulah masyarakat itu. Sebaliknya, korupnya kepolisian dianggap sebagai cermin rusaknya masyarakat secara keseluruhan.
Sebagaimana diketahui, sejak 3 tahun silam, Gaza, salah satu wilayah di bumi Palestina, diembargo baik secara ekonomi, politik, dan militer, oleh Zionis Israel dan Amerika Serikat. Ini karena kawasan ini sepenuhnya berada di bawah pemerintahan para pejuang Palestina yang asli. Serdadu Israel dan Amerika Serikat berkali-kali gagal menguasai daerah ini.
Tapi siapa nyana, di tengah himpitan ekonomi dan politik seperti itu, lembaga polisinya tetap bekerja profesional. Bahkan lebih dari itu, tingkat kriminalitas yang berarti di kawasan seluas kira-kira 600 km persegi itu menurun drastis sampai hampir nol.
Dua wartawan Majalah Suara Hidayatullah, Muhammad ‘Isa dan Khadijah Hawari, ditakdirkan Allah Subhanahu wa ta’ala (SWT) untuk bertemu dan memawancari Brigjen (Polisi) Maher Ar-Ramly alias Abu Bilal, Direktur Interpol Palestina yang bermarkas di kota Gaza.
Wawancara dilakukan di salah satu ibukota negara Timur Tengah yang disinggahinya sepulangnya dari mengikuti muktamar interpol negara-negara Arab di Dubai, Uni Emirat Arab.
Abu Bilal membawa missi penting dari kepolisian Gaza, yakni menjalin kerja sama, terutama di bidang pendidikan kepolisian, dengan Sudan, Suriah, Yaman, Iran, dan Uni Emirat Arab.
Selain menjabat Direktur International Police (Interpol) Palestina, Maher Ar-Ramli juga menjabat Asisten Menteri Dalam Negeri pemerintahan Palestina yang sah dan berkedudukan di Gaza. Saat berbincang dengan Majalah Suara Hidayatullah, Maher ditemani Mahmud Muhammad Salah, Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Kepolisian Gaza, Sami Noufal, Kepala Penjara Kepolisian Gaza.
Mari simak wawancara kami dengan perwira polisi profesional berusia 48 tahun yang dulunya menjadi mujahid di Brigade Izzuddin Al-Qassam ini.
Berapa gaji seorang perwira tinggi polisi setingkat Anda di Gaza yang sedang diembargo?
Saat ini gaji saya setiap bulan kira-kira US$ 1.600 (atau kira-kira sebesar Rp 10 juta). Namun, Anda perlu mengetahui, sejak Gaza diembargo 3 tahun yang lalu, seluruh pegawai pemerintahan Palestina yang sah di bawah Perdana Menteri Ismail Haniyah taat kepada ketetapan bahwa rata-rata antara 5 sampai 15 dolar AS gaji dipotong setiap bulan untuk dikumpulkan oleh pemerintah dan dipakai membantu rakyat Gaza yang lebih miskin.
Selain itu setiap bulan Ramadhan gaji pegawai negeri dan pejabat pemerintah seperti kami dipotong antara 30 sampai 50 persen untuk fuqara dan kaum miskin.
Bagaimana hubungan antara kepolisian Gaza dengan Otorita Palestina yang berkedudukan di Ramallah?
Mereka yang loyal kepada Ramallah tapi tetap tinggal di Gaza, kebanyakan tidak bekerja, duduk-duduk saja di rumah, tapi tetap mendapat gaji.
Sebaliknya, mereka yang loyal kepada pemerintah yang sah di Gaza, bekerja keras dan tidak mendapat kiriman gaji dari Ramallah. Maka pemerintah Perdana Menteri Ismail Haniyah terus berjuang agar mesin pemerintahan yang sah tetap bergerak dengan memastikan para pegawainya menerima gaji, meskipun tidak sebanyak yang seharusnya.
Dalam muktamar yang Anda ikuti di Dubai, apakah ada delegasi dari Otorita Palestina?
Hanya perorangan yang datang, bukan kesatuan kepolisian resmi. Soalnya, undangan muktamar ini ditujukan kepada Interpol Palestina, yang sejak zaman Yaser Arafat memimpin sudah berkedudukan di Gaza, bukan di Ramallah.
Di muktamar itu tidak dibicarakan soal-soal politik. Tidak dibicarakan pemerintah mana yang diakui dan sejenisnya. Pembicaraan hanya fokus pada pengembangan kinerja kepolisian –khususnya Interpol— di berbagai negara yang hadir.
Bagaimana kepolisian Gaza membangun dirinya kembali sesudah serangan Israel tahun lalu?
Kekuatan keamanan dalam negeri saat ini berjumlah 13 ribu orang. Dari jumlah itu, 4 ribu di antaranya adalah petugas polisi. Saat ini, sesudah serangan Israel tahun lalu, kami sudah pulih sepenuhnya.
Kepala Kepolisian kami bernama Taufiq Jaber sudah syahid. Begitu juga Kepala Keamanan Dalam Negeri kami bernama Muhammad Al-Ja’bari. Bahkan Menteri Dalam Negeri kami, Sayyid Siyyam, juga syahid bersama 350 orang anggota kepolisian kami.
Apa masalah sosial yang paling banyak ditangani polisi di Gaza?
Tidak ada masalah kriminal yang berarti. Secara umum yang paling terasa mempengaruhi kehidupan masyarakat Gaza adalah blokade ekonomi yang menyebabkan kurangnya jumlah dan jenis makanan, minuman, dan obat-obatan yang bisa masuk.
Sebelum embargo, ada sekitar 4 ribu jenis bahan pokok terutama makanan yang bisa masuk. Sekarang yang dibolehkan masuk hanya 41 jenis.
Menurut teori ilmu sosial, di wilayah yang tingkat kemiskinannya meningkat cepat, jenis dan tingkat kriminalitas juga akan meningkat. Apakah ini juga terjadi di Gaza?
Alhamdulillah, tekanan hidup yang menyerang fisik ini justru membangun rakyat Gaza jadi kuat dan mandiri.
Lebih dari itu, karena pemerintah Gaza adalah pemerintah Muslim yang menjalankan keislamannya, rakyat pelan-pelan merasakan bahwa Allah-lah ar-Razaq, Yang Maha Memberi Rezeki.
Sikap qanaah dan shabr tumbuh dan menyebar cepat di kalangan rakyat. Di beberapa negara barat, kantong-kantong Muslimnya yang didiami warga berekonomi menengah ke bawah mengalami masalah kriminalitas. Kemungkinan besar ini terjadi karena, baik pemimpin maupun rakyat Muslimnya, sama-sama tidak semakin dekat ke Islam.
Di Gaza, Islam menumbuhkan persaudaraan positif yang kuat. Rakyat berjihad untuk saling membantu saudaranya yang sedang kesusahan, meskipun dirinya sendiri menghadapi masalah juga.
Baru-baru ini ada berita tentang ditemukannya pabrik minuman keras (khamr) di Gaza. Bagaimana ceritanya?
Itu berita tidak penting yang berusaha dibesar-besarkan oleh agen berita Barat. Gaza sudah dibersihkan dari khamr karena minuman yang memabukkan itu disebut oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam (SAW) sebagai biangnya kerjahatan.
Sedangkan narkoba masuk ke Gaza dari Mesir dan Israel. Rupanya mereka sengaja ingin melemahkan generasi muda Gaza. Namun, selalu bisa kami gagalkan.
Perkembangan kasus narkoba di Gaza juga sangat kecil. Dalam setahun kami hanya menangkap rata-rata 20 orang yang terkait kasus penyelundupan, pengedaran, dan penggunaan narkoba. Tetapi di antara mereka tidak ada yang ditemukan kecanduan. Jadi, statistiknya tidak tumbuh.
Ada juga satu atau dua pembunuhan akibat perkelahian. Misalnya, karena ada anggota keluarga yang berzina, lalu dibunuh. Ada juga pencurian emas dan barang-barang berharga, biasanya dilakukan oleh remaja.
Secara umum, Gaza yang sekarang lebih aman dari Gaza sebelum diembargo. Semakin banyak perempuan yang berhijab, menutup aurat sesuai tuntunan Islam, meskipun tidak ada undang-undang yang secara eksplisit mewajibkan hijab. Hampir tidak ada perempuan keluar rumah dengan rambut terlihat.
Jadi secara umum apa yang dikerjakan 4 ribu orang polisi di Gaza?
Mereka bekerja mengatur lalu-lintas, mencegah dan memberantas narkoba, melakukan berbagai investigasi, patroli keamanan di rumah-rumah sakit, sekolah-sekolah, dan lain-lain.
Suasananya sangat aman, alhamdulillah. Hampir tidak ada tindakan kriminal yang berarti. Sedangkan ketika Gaza belum diembargo dan berada di bawah kekuasaan Fatah, setiap dua malam selalu terjadi pemerkosaan, pembunuhan, dan perampokan. Ini merupakan berkah dari jihad, karena tumpahnya darah para syuhada dan pertolongan dari Allah SWT.
Mengapa di masa pemerintahan Fatah, Gaza bisa tidak aman?
Sebab penguasa Fatah merupakan gabungan dari kelompok-kelompok yang selalu ingin memperbesar wilayah kekuasaannya masing-masing. Termasuk juga yang melindungi kelompok-kelompok kejahatan.
Selain itu, pada tahun 2001, sesudah Intifadhah kedua, mereka secara sengaja menciptakan berbagai kerusuhan, setelah melihat Hamas yang semakin kuat. Mereka ingin menjelekkan citra Hamas.
Ketika tahun 2006 Hamas berhasil menguasai semua lini kekuatan di Gaza, gang-gang penjahat ikut pindah bersama para pembajak Fatah ke Tepi Barat. Sedangkan orang-orang Fatah yang masih secara murni ingin memenangkan perjuangan Palestina tinggal di Gaza dan bergabung dengan Hamas.
Bagaimana jihad bisa mengokohkan keamanan di Gaza?
Perang menyatukan jiwa dan semangat rakyat. Setiap kali ada keluarga yang kehilangan anggotanya karena syahid di jalan jihad, setiap warga saling mengetahui. Keadaan ini menumbuhkan kesadaran bahwa perang ini bukan cuma perangnya Hamas, tetapi perang yang diperjuangkan oleh seluruh rakyat.
Apakah polisi di bawah pemerintahan Hamas juga dilibatkan dalam gerakan dakwah?
Ya, tentu saja. Para pejabat pemerintahan adalah mereka yang sudah lama terlibat dalam dakwah dan jihad. Selain itu, jika dakwah berhasil, manfaatnya bisa langsung kita rasakan terhadap ketertiban dan keamanan masyarakat.
Warga yang memiliki rasa takut yang besar kepada Allah SWT, tidak akan melakukan kejahatan yang menyusahkan orang lain maupun dirinya sendiri.
Selain program-program yang bekerja sama dengan masjid-masjid, kami juga membuat program di channel televisi dan radio Al-Aqsa, Al-Quds, Al-Bayan, Al-Ayyam, Ar-Risalah, dan Filistin.
Juga ada imbauan pemerintah yang secara khusus mengatur agar pesta-pesta pernikahan tidak dilakukan terlalu lama untuk menghindari berkumpulnya orang-orang yang tidak dikenal dan berniat tidak baik.
Tidak ada pengharaman rokok, namun saat ini jumlah perokok semakin menurun. Menurut penelitian terakhir, jumlah orang dewasa perokok kurang dari 5 persen.
Rokok biasanya masuk ke Gaza melalui terowongan-terowongan milik para pedagang. Jadi selain terowongan-terowongan yang jumlahnya ribuan itu memberi manfaat sebagai terobosan terhadap embargo, tapi juga masuk barang-barang haram. Namun, biasanya, untuk narkoba jenis ganja dan marijuana, bisa segera diketahui masuknya. Polisi langsung menangkap pelakunya.
Sebenarnya, embargo ini juga merugikan Israel, karena sebelum embargo, transaksi yang terjadi antara Gaza dan Israel bisa menguntungkan mereka sampai 2 juta dolar AS setiap tahunnya.
Bagaimana jika polisi Indonesia mau belajar ke Gaza agar bisa mengurangi tingkat kejahatan dengan cara menyebarluaskan pesan-pesan Jihad?
Ahlan wa Sahlan. Silakan datang, kalau bisa dilakukan akan menjadi suatu kehormatan bagi kami.
Nomor satu polisi harus berpegang kepada syariat Allah SWT. Caranya dengan memperbaiki dirinya dan jajarannya agar menjadi Muslim yang lebih baik dulu.
Letakkan orang yang benar di posisi yang benar. Maksudnya, jangan beri jabatan kepada orang yang suka melakukan perbuatan haram, atau melanggar kewajiban. Misalnya meninggalkan shalat dan tidak membayar zakat.
Baru kemudian bekerja sama dengan para imam masjid untuk menjelaskan kepada masyarakat, mana yang halal, mana yang haram.
Di Indonesia, tidak mudah bagi orang yang berjabatan tinggi untuk istiqamah dengan Islamnya di tempat kerja. Apa saran Anda?
Seluruh jajaran pemimpin Hamas bekerja bersama. Misalnya di bulan Ramadhan, separuh dari gaji mereka dipotong untuk kaum yang lemah ekonominya. Di semua departemen hal ini diberlakukan. Yang bertanggung jawab untuk melaksanakan ini adalah departemen waqaf.
Selain itu, kami di Gaza membudayakan al-Qur`an di seluruh rumah agar menjadi bagian yang paling penting. Setiap tahun pemerintahan Hamas di Gaza mendorong pendidikan al-Qur`an. Sampai saat ini setiap tahun kami telah menghasilkan 10 ribu hafizh al-Qur`an.
Tradisi hidup dengan al-Qur`an ini pertama kali harus dimulai dari para pejabat pemerintahannya dulu. Termasuk pejabat kepolisian.
Anda sedang berkeliling ke negara-negara tetangga Palestina, apa bantuan yang Anda dapatkan untuk Gaza?
Tidak secara keuangan tetapi dalam bentuk lain. Kami memerlukan banyak sekali alat penyidikan canggih, di antaranya alat untuk mengecek DNA yang sangat mahal.
Ngomong-ngomong, sebagai Direktur Interpol apakah Anda sudah memperkarakan kejahatan kemanusiaan Ehud Olmert dan kawan-kawan karena menyerang Gaza tahun lalu?
Sudah kami siapkan. Tetapi sebagai Anda ketahui, interpol kan terkait dengan organisasi internasional yang juga dikuasai oleh negara-negara yang ikut mendukung penjajahan Israel atas Palestina. Jadi, ya, mungkin kita lebih baik menggunakan cara lain.
Kalau rendahnya tingkat kejahatan dikarenakan adanya jihad, berarti sebaiknya perang harus terus dipertahankan agar jihad berjalan terus dan angka kriminalitas rendah terus.
Insya Allah tidak akan seperti itu, karena sesudah kami merdeka nanti semangat jihad yang suci akan terus menyebar dan menurun ke generasi berikutnya. Karena adanya jihad sudah dijamin oleh Allah SWT akan berlangsung sampai Hari Kiamat. Karena orang-orang seperti pemimpin Zionis Israel akan selalu ada sampai Hari Kiamat.
Tak Pernah Mau Kompromi
Maher Ar-Ramly, atau biasa disapa Abu Bilal, menyelesaikan pendidikan kesarjanaannya di Fakultas Administrasi dan Ekonomi Pemerintahan di Universitas Mosul, Iraq, pada tahun 1985. Empat tahun kemudian, tepatnya dua tahun sesudah pecahnya Intifadhah pertama, Abu Bilal muda ditangkap dan dipenjara oleh Zionis Israel.
Penangkapan itu dianggapnya sebagai berkah. Sebab, sejak hari pertama ia ditangkap, ia telah dijebloskan ke dalam penjara bersama ‘alim-pejuang Palestina nomor wahid, Syeikh Ahmad Yassin.
Selama 3 tahun dia belajar dan terlibat berbagai pertemuan penting di dalam penjara, yang justru memperkuat gerak perjuangan kemerdekaan Masjidil Aqsa dan Palestina.
Sekeluarnya dari penjara, Abu Bilal melanjutkan pendidikannya di tingkat magister untuk administrasi pemerintahan di Universitas Umm Durman, Sudan. Ia berhasil menyelesaikan kuliahnya pada tahun 1994.
Rupanya, sudah takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala, Abu Bilal harus akrab dengan penjara. Tak lama setelah lulus dari Sudan, tahun 1996, ia kembali ditangkap dan dipenjara. Namun bedanya, jika dulu ia ditangkap oleh tentara Israel, kini ia ditangkap oleh saudaranya sendiri sesama Palestina, yaitu polisi pemerintahan Otoritas Palestina yang waktu itu masih dipimpin Yasser Arafat.
Untunglah ia tak lama mendekam dalam penjara. Pada tahun 1997, sekeluarnya dari penjara, ia memutuskan untuk bergabung dengan kepolisian Palestina yang masih di bawah pemerintah Fatah. Ia merasa bisa bekerja lebih baik dari pada polisi korup yang dikelola pemerintah boneka Palestina saat itu.
Sejak itu, karirnya di kepolisian terus menanjak. Namun, suasana hatinya terus bergejolak ingin memberontak, sama seperti suasana negerinya yang terus terjajah. Maklum, dalam banyak kesempatan, Abu Bilal dipaksa memilih antara berpihak kepada perjuangan rakyat Palestina yang asli, atau menurut kepada perintah atasan yang korup dan menjadi antek Zionis Israel.
Terang saja itu bukan pilihan buat Abu Bilal. Sebab, sejak awal sikapnya sudah tidak mau berkompromi dengan penjajah Zionis Israel. Akibatnya, berbagai teror ia terima.
Pada tahun 2004, rumah kediamannya dibom dua kali dalam setahun. Di tahun 2006 namanya masuk dalam daftar pejuang Palestina yang paling dicari oleh Zionis Israel.
Tak heran juga, sasaran pertama serangan biadab Israel ke Gaza tahun lalu adalah markas besar kepolisian Palestina di Gaza. Masih segar di ingatan kita bagaimana ratusan anggota polisi bergelimpangan sesudah diberondong jet-jet tempur Israel.
“Waktu itu kami memang sedang apel pagi,” kata Maher. Dan, ratusan petugas kepolisian syahid saat itu juga. *Muhammad ’Isa/Suara Hidayatullah JANUARI 2010


sumber :  http://majalah.hidayatullah.com/?p=767

Tidak ada komentar:

Posting Komentar